Koperasi

12 Juli. Kira-kira hari apa? Tentu, bukan nama-nama hari seperti Senin, Selasa… yang saya maksud, melainkan tanggal 12 itu ditetapkan sebagai hari apa. Misal, contoh: 17 Agustus sebagai hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 25 November sebagai hari guru, atau hari-hari lain yang telah ditetapkan.

Hari-hari "penting" yang telah di tetapkan pemerintah, dijadikan sebagai hari libur nasional atau sering disebut tanggal merah. Para pegawai ASN, pelajar, mahasiswa, sampai institusi-institusi swasta, menanggalkan pekerjaan dan bebas mau menggunakan hari itu untuk apa, terserah.

Dulu saat saya masih kecil, hari-hari libur tanggal merah adalah hari yang menggembirakan, terbebas dari ruang kelas yang menjemukan. Bisa bermain bola sampai sore, main kelereng, mancing, main ke hutan, bantu bapak di ladang, atau hal-hal lain yang biasa kami lakukan di kampung.

Tentu tidak asing lagi bagi "masyarakat Indonesia," 12 Juli itu hari Koperasi Nasional yang ditetapkan pada 12 Juli 1947 bertepatan kongres pertama pergerakan koperasi.

Peringatan pertama koperasi tahun 1951, dan sekarang 2021 tepat 74 tahun peringatan itu kita sorakan. Tentu bukan sorakan histeris suporter pada tim-nya yang mengangkat piala, atau memenangkan pertandingan.

Dalam pidato perayaan pertama 1951, bung Hatta memaparkan bahwa perayaan itu bukan untuk bersenang-senang atau sekedar perayaan saja, tapi sebagai cara evaluasi satu tahun belakang.

Tapi, saya rasa, tidak semua tahu, lagi pula, toh, 12 Juli tidak di jadikan sebagai tanggal merah dikalender yang bisa dilihat sepanjang hari itu. Entah apa alasannya sehingga tidak ditetapkan sebagai tanggal merah? Walau juga tidak terlampau perlu dijadikan hari libur, yang terpenting menjadi pengingat bahwa semangat ekonomi kita itu Koperasi yang berdasar pasal 33 UUD 1945 itu.

***

Dulu, saat saya masih kecil, SD kiranya, banyak para pedagang kantin sekolah yang semuanya ibu-ibu itu melakukan peminjaman uang kepada koperasi keliling. Uang yang dipinjam tidak banyak, ratusan ribu atau lebih sedikit dari satu juta. Namun nominal segitu sudah cukup membuat para pedagang sekelas kantin SD itu kerepotan. Syarat-syaratnya sederhana, hanya 2 saja: memiki usaha dan KTP. Setelah itu dibuatlah perjanjian hitam diatas putih.

Simpel. Siapa yang tidak tergiur.

Pinjaman itu harus dibayar setiap hari, tentu dari hasil berjualan di kantin-kantin sekolah itu. Jajanan yang di jual: gorengan, cenil, es mambo, dan makan khas Sumatera Selatan: pempek, tekwan, dan model, tiga makanan yang semuanya saya sangat suka. Jajanan yang dijual ibu-ibu kantin itu cukup terjangkau, seribu-dua ribu jatah uang jajan sudah cukup memberikan rasa puas.

Saat menagih angsuran pinjam yang di bayar harian itu, mamang koperasi telah menyiapkan nomor yang masih utuh dalam selembar kertas. Lembar kertas yang diberi nomor, biasanya sampai angka 30, atau satu bulan.

Setiap kali setelah bayar, nomer di kertas itu disebek satu per satu dari urutan pertama sampai tagihan selesai. Sobekan diberikan pada peminjam dan disimpan sebagai barang bukti, atau tidak, itu pilihan, mamang koperasi tidak senang berbohong masalah itu. Besok ia akan lihatkan kertas itu di sobeknya lagi.

Saat itu ibu saya juga ikut meminjam untuk membeli beberapa produk pada warung kecil yang ia dirikan di lantai bawah rumah. Pernah satu ketika—biasanya ibu saya menyimpan nomor itu di laci meja—mamang koperasi menagih dan ibu saya membayar, setelah itu disobeknya nomer pada kertas untuk diberikan pada ibu saya.

"Perasaan sudah lewat kemaren," kata ibu menunjuk nomor, "sudah sampai nomer ini."

"Lha, ini kartu nomer ibu yang kemaren, saya tidak mungkin berbohong," katan mamang yang mengenakan absolute Revo itu.

Entah, saya tidak tahu, siapa yang salah. Ibu saya yang lupa atau permainan mamang koperasi? Tapi pendirian saya memang tidak suka pada pinjaman berbunga itu.

Kalau sudah ada motor absolute Revo di depan rumah, sudah pasti itu mamang koperasi datang menagih.

***

Tentu banyak jenis koperasi. Ada koperasi simpan pinjam, koperasi produksi, koperasi pengadaan barang, dan masih banyak lagi. Yang harus di punyai koperasi, sebagai syarat utama tentu anggota. Tanpa anggota tidak ada koperasi.

Lalu, koperasi kita saat ini?

Dalam pidato peringatan koperasi pertama yang terangkum dalam buku "Membangun Koperasi Dan Koperasi Membangun," bung Hatta menyampaikan tujuh poin penting mengenai beberapa tugas koperasi menurut tempat, waktu dan keadaan.

1)      Memperbanyak produksi, terutama produksi barang makanan, barang kerajinan, dan pertukangan yang diperlukan sehari-hari oleh rakyat dalam rumah tangga.

2)      Memperbaiki kualitas barang yang dihasilkan rakyat.

3)      Memperbaiki distribusi.

4)      Memperbaiki harga yang menguntungkan bagi masyarakat.

5)      Menyingkirkan pengisapan dari lintah darat (Ijon).

6)      Memperkuat pemanduan modal.

7)      Memelihara lumbung simpan padi atau mendorong supaya tiap-tiap desa menghidupkan kembali lumbung desa (Hatta, 1951)

Dalam poin-poin diatas, tidak ada alasan bagi kita, selain: mengelus dada sabar melihat banyak penyimpangan, seperti koperasi yang saya ceritakan diawal: ternyata rintenir yang memberikan pinjaman untuk menggandakan uangnya dengan bunga yang ditanggung pihak peminjam. Pelaku UMKM.

Atau marah, menangis. Atau hal-hal positif yang bisa dilakukan, seperti melakukan kegiatan bertani yang tidak terikat pada "kapitalis pasar," berusaha memunculkan lumbung simpan (padi misalnya) sebagai cadangan pangan, atau hal-hal sekecil apapun yang bisa dilakukan. Hanya itu. Nunggu negara, paling begitu-gitu saja.

Dengan segala macam produk undangan-undang, dasar koperasi kita pasal 33 UUD 1945 makin kesini makin di tutupi, dilemahkan dengan tafsir yang tidak jelas, dan tidak ada usaha untuk melaksanakannya? Jika ditanya, Jawabanya kita ini menjalankan undang lho. Ha...

"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 ayat 3, UUD 1945)."

Hampir dari setiap permukiman di kota, kebutuhan air (kebutuhan dasar rumah tangga maupun Individu) di kapitalisasi dan setiap bulannya harus bayar dengan nominal yang cukup tinggi. Bahkan sudah merambah ke desa. Belum lagi kekayaan alam lainnya. "Pada kenyataannya rakyat hanya di eksploitasi."

Ha...hanya itu yang bisa kita lontarkan. Walau kadang menangis.

***

Kesulitan yang selalu kita hadapi ialah bahwa cita-cita kita lebih cepat jalannya dari kemampuan kita. Oleh karena itu, salah satu tugas kita yang terpenting ialah membimbing rakyat berlatih diri untuk mengimbangi cita-cita kita yang murni itu dengan kesanggupan kita tersebut. Kalau tidak, kita akan mati dengan angan-angan saja. Cita-cita gunanya untuk dilaksanakan! (Hatta, 1954).

 

Selamat hari Koperasi ke-74, 12 Juli 2021.

Komentar

Postingan Populer